Kurang Bukti, Ade Armando Bakal Polisikan Fahira Idris Senin


Kurang Bukti, Ade Armando Bakal Polisikan Fahira Idris Senin Ade Armando di Mapolda Metro Jaya, Jakarta. (CNNIndonesia/Feybien Ramayanti)

Pakar ilmu komunikasi Ade Armando bermaksud melaporkan balik anggota DPD RI Fahira Idris ke Mapolda Metro Jaya. Namun aduan itu belum bisa ditindaklanjuti polisi karena unggahan media sosial oleh Fahira yang akan dilaporkan Ade ternyata telah berubah.

"Saya datang untuk melaporkan pencemaran nama baik dengan menggunakan satu materi dari instagram Ibu Fahira. Kemudian, ternyata hari ini sudah diketahui kalimat-kalimat yang justru ingin dipersoalkan itu sudah hilang," ujar Ade di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (8/11).

Atas dasar itu, kuasa hukum Ade, Rinto Wardana mengatakan pihaknya akan kembali lagi ke Mapolda Metro Jaya.
"Rencana [setidaknya] Senin lah ya. Tapi, itu yang melacak kalimat yang hilang itu harus dicari," kata Rinto yang mendampingi Ade Armando.

Namun, Rinto membantah soal laporan kliennya tak diterima polisi. Hari ini, ujar Rinto, pihaknya memang baru masuk tahap konsultasi, bukan melaporkan

"Bukan, bukan sama sekali enggak diterima ya. Jadi bukan enggak diterima. Tapi perlu verifikasi lebih lanjut," ujar Rinto.

"Ada beberapa bukti yang memang harus diverifikasi kembali untuk memastikan bahwa peristiwa mana yang dianggap melanggar pasal yang kita laporkan," sambungnya.

Ia pun menjanjikan setelah melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti lain, pihaknya akan menyertakan pasal-pasal yang bakal disangkakan kepada Fahira pada pelaporan nantinya.

Balik Adukan Fahira, Laporan Ade Armando Tak Diterima PolisiAnggota DPD dari DKI Jakarta, Fahira Idris. (CNN Indonesia/ Feybien ramayanti)
Pelaporan terhadap Fahira ini berkaitan dengan unggahan politikus sekaligus pengusaha itu di akun Instagram yang diklaim Ade telah menuding dirinya kebal hukum. Unggahan tersebut dibuat Fahira selang sehari dirinya melaporkan Ade ke Mapolda Metro Jaya terkait unggahan Meme Joker Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Itu yang akan saya adukan karena saya tidak pernah membanggakan diri bahwa saya tidak tersentuh hukum. Bahwa selama ini saya tidak dipenjara, ya barang kali saya yakin karena saya tidak bersalah," ujar Ade.

Namun tulisan dalam unggahan yang dimaksud Ade itu ternyata berbeda dengan bukti salinan tulisan yang ia bawa ke Mapolda Metro Jaya hari ini. Oleh karena itu, Ade harus melacak kembali tulisan tersebut jika ingin melaporkan kembali kasus ini.

Ade pun meminta kepada wartawan untuk melihat langsung pada unggahan medsos yang dimaksudkannya. Pada bagian bawah unggahan tersebut terdapat keterangan bertuliskan 'edited', yang berarti unggahan tersebut telah diubah.

"Kalau anda lihat kalimat yang tadi itu, membanggakan diri saya tidak tersentuh hukum, sudah hilang," kata Ade.

Pada kesempatan berbeda di tempat dan hari yang sama, Fahira membantah pernah membuat unggahan yang menuding Ade kebal hukum. Ia berdalih hal tersebut justru diungkapkan pengikutnya di kolom komentar.

"Enggak, nggak pernah. Banyak orang yang komen sih banyak. Misalnya uni (kakak) tolong dong, Ade itu kebal hukum dan sebagainya. Tapi kalau saya sendiri nggak sih," ujar Fahira.

Fahira menambahkan dirinya hanya pernah menghimbau agar tidak ada orang di negara ini yang kebal hukum, bukan secara spesifik mengacu pada Ade. Hal tersebut dikatakan Fahira seusai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Fahira mengaku dicecar sebanyak 13 pertanyaan selama 4 jam oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus.

Salah satu pertanyaan yang ditanyakan penyidik, kata Fahira, adalah tentang kemungkinan pelaporan yang dilakukan dirinya dimandatkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Pertanyaan menarik apakah anda melaporkan ini karena mendapat kuasa dari gubernur. Saya bilang tidak. Sejak awal saya bilang saya melaporkan ini bukan karena Pak Anies," ujarnya.

Fahira sendiri melaporkan Ade terkait dengan unggahan meme berupa foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di akun facebook-nya. Dalam unggahan itu, Anies terlihat menggunakan pakaian dinas lengkap dirias bak wajah tokoh fiksi Joker. Meme tersebut juga disertai kalimat yang berbunyi 'Gubernur Jahat Berawal dari Menteri yang Dipecat'.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108191934-12-446770/kurang-bukti-ade-armando-bakal-polisikan-fahira-idris-senin
Share:

Gubernur Sultra Siap Diperiksa Polisi soal Desa Fiktif


Gubernur Sultra Siap Diperiksa Polisi soal Desa Fiktif Desa fiktif di Konawe, Sulawesi Tenggara. (CNN Indonesia/Fandi)

Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi menyatakan siap diperiksa pihak kepolisian Polda Sultra terkait kasus dugaan desa fiktif yang menerima aliran dana desa, di Kabupaten Konawe. Saat ini kasus dugaan desa fiktif sedang ditangani oleh jajaran Polda Sultra.

"Karena ini kan ditangani oleh pihak kepolisian. Kita kan enggak bisa masuk ke dalam itu. Ya, kalau kita diminta keterangan ya bersedia," kata Ali di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (8/11).

Ali mengatakan belum mengetahui keberadaan desa fiktif di wilayahnya. Ia pun menyatakan belum mendapatkan laporan dari jajarannya. Politikus Partai NasDem itu juga menyatakan belum mendapat panggilan dari Polda Sultra.

"Saya juga belum tahu, karena saya belum dikonfirmasi, saya juga belum diberikan laporan. Karena itu memang ranahnya hukum. Kami serahkan saja sepenuhnya dan kita percayakan hukum itu ada," ujarnya.

Ali pun belum berencana untuk meninjau keberadaan desa fiktif itu yang terletak di Kabupaten Konawe. Ia mengatakan masih menunggu perintah untuk turun ke lapangan melihat fakta di lapangan.

"Kalau enggak ada perintah kan kita enggak boleh cawe-cawe. Jangan sampai kita salah kerja. Kita pasrahkan ke kepolisian kepada kejaksaan kepada KPK, yang sudah ikut campur. Menteri Keuangan, Menteri Desa. Tentu mereka punya kompeten kan," tuturnya.

Sebelumnya Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra telah memeriksa sebanyak 57 saksi dalam dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Pusat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi (PPID) Polda Sultra Kompol Dolfi Kumaseh menyebut, ke-57 saksi yang sudah diperiksa itu di antaranya, kepala desa, pejabat di Kabupaten Konawe, pejabat Pemprov Sultra dan pegawai di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108165312-12-446725/gubernur-sultra-siap-diperiksa-polisi-soal-desa-fiktif
Share:

Laporkan Ade Armando, 'Uni Fahira' Klaim Bukan Demi Anies


Laporkan Ade Armando, 'Uni Fahira' Klaim Bukan Demi Anies Anggota DPD RI Fahira Idris memenuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait kasus meme Joker Anies, Jumat (8/11). (CNN Indonesia/ Feybien ramayanti)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Fahira Idris mengklaim pelaporannya terhadap pengajar komunikasi Ade Armando bukan bukan demi Gubernur DKI Anies Baswedan. Ia mengaku akan tetap melaporkan hal itu jikapun gubernurnya adalah orang lain.

"Sekali lagi saya lakukan [laporan] ini bukan untuk Anies Baswedan. Tapi siapapun gubernur saat ini pasti itu saya permasalahkan. Karena itu dokumen elektronik milik orang lain yang dirusak seseorang tanpa hak," kata dia di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/11).

Ia pun mengaku pelaporan kasus meme Joker Anies itu dilakukan karena desakan warga. Awalnya, Fahira mengaku tak tahu perihal meme itu. Kemudian, kata dia, banyak yang resah namun tak berani melapor dan menyerahkan itu kepada dirinya yang merupakan anggota DPD RI dari Jakarta.

"Pada 1 November tepatnya jam 11 pagi, saya dapat banyak masuk telepon, SMS, WA dan email mengatakan saya harus segera melihat akun FB Ade Armando yang meng-upload gambar gubernur DKI Jakarta tapi ala meme joker," ujar dia, yang kerap membela kebijakan Anies, seperti penjualan saham bir.

"Di situ saya diminta laporkan. Tapi saya tanya balik, kenapa enggak kamu saja melaporkan? Terus mereka bilang, 'Uni (kakak), saya enggak berani, saya takut. Uni wakil rakyat kami, Uni [saja] yang melaporkan," tambahnya lagi.

Dari permintaan tersebut Fahira kemudian membahas kemungkinan melaporkan Ade Armando ke polisi dengan kuasa hukumnya. Kuasa hukum Fahira mengatakan hal tersebut memungkinkan dan bisa dijerat dengan Pasal 32 Ayat 1 juncto 48 Ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.

"Karena di situ saudara Ade juga dia mengatakan bukan dia yang buat, tapi itu bisa dibuktikan di pengadilan. Intinya siapapun yang merubah, meng-upload tanpa izin ya bisa kena pasal tersebut," ujar Fahira.

Hari ini, Fahira bersama kuasa hukumnya datang ke gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.20 WIB. Kedatangan tersebut untuk memenuhi panggilan pemeriksaan terkait kasus yang ia laporkan.

Dalam pemeriksaannya Fahira membawa sejumlah barang bukti yang ia laporkan. Barang bukti yang dibawa berupa tangkapan layar unggahan meme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di akun Facebook Ade Armando. Fahira juga membawa serta foto resmi Anies sebelum dijadikan meme.

Ditemui pada kesempatan berbeda Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Iwan Kurniawan mengatakan pihaknya belum mengetahui kapan Ade Armando akan diperiksa.

"Kan kita baru terima laporannya. Kita sekarang juga akan klarifikasi dulu dari pelapor dan juga saksi-saksi. Dan alat bukti lagi kita analisa, kita kaji. Dan nanti baru kita lakukan gelar perkara," ujarnya kepada wartawan di Polda Metro Jaya.

Pengajar ilmu komunikasi di UI Ade Armando dilaporkan akibat meme Joker Anies.Pengajar ilmu komunikasi di UI Ade Armando dilaporkan akibat meme Joker Anies. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sebelumnya, Ade Armando, yang juga menjabat Direktur Komunikasi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu, mengunggah meme berupa foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di akun facebooknya.

Dalam unggahan itu, Anies terlihat menggunakan pakaian dinas lengkap dirias bak wajah tokoh fiksi Joker. Meme tersebut juga disertai kalimat yang berbunyi 'Gubernur Jahat Berawal dari Menteri yang Dipecat'.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108141519-12-446671/laporkan-ade-armando-uni-fahira-klaim-bukan-demi-anies
Share:

ICW Sebut Korupsi Dana Desa Dampak dari Pengawasan yang Buruk


ICW Sebut Korupsi Dana Desa Dampak dari Pengawasan yang Buruk Indonesia Corruption Watch (ICW). (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pengawasan yang buruk perihal kucuran dana desa pada pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Satrya Langkun mengatakan hal tersebut berdampak kepada rentannya perilaku koruptif kepala desa.

LSM Antikorupsi ini mencatat sudah sebanyak 212 kepala desa yang menjadi tersangka pada periode 2016-2018.


"Sudah saya sampaikan pada 2016-2017 ada 110 kepala desa. Tahun 2018 akhir kita catat sampai dengan Desember, itu ada sampai dengan 102 tersangka. Berarti sudah 212 kepala desa jadi tersangka dalam kurun waktu tiga tahun terakhir," kata Tama saat ditemui dalam agenda diskusi di Gedung Edukasi dan Antikorupsi, Jakarta, Jum'at (8/11).

Ia mengungkapkan modus dari korupsi dana desa dapat dilihat dari sejumlah pola seperti anggaran ganda terhadap satu proyek dan proyek fiktif.


Tama menjelaskan yang dimaksud proyek fiktif adalah di mana terdapat kucuran dana terhadap suatu pekerjaan yang seolah-olah dibuat ada, padahal nyatanya tidak. Bahkan, modus korupsi dilakukan oknum di pemerintah desa yang meminjam uang dari dana desa dan tidak dikembalikan.

"Tentu ini akan menjadi temuan di kemudian hari. Ini pola-pola yang sangat mudah kita jumpai," tuturnya.

Berkaca dari hal tersebut, Tama meminta masyarakat untuk bisa lebih peduli dalam mengawasi penggunaan dana desa. Selain itu dia juga mendesak agar metode pengawasan di dalam Pemerintah bisa diperkuat.

"Nah, ini menurut saya menjadi masalah-masalah ke depan yang harus diselesaikan untuk mencegah dana desa dikorupsi," simpul dia.

Pada awal Februari 2019, ICW mengeluarkan rilis yang menyebut sektor anggaran dana desa menyumbang kasus korupsi terbesar ketimbang sektor lain, serta jadi salah satu yang terbesar dalam menyumbang kerugian negara pada 2018.

"Korupsi terbanyak terjadi di desa, terkait dana desa," kata Staff Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah dalam pemaparannya terkait pemetaan tren kasus korupsi sepanjang 2018, di kantornya, Jakarta, Kamis (7/2).

Menurut dia, sektor anggaran desa ini meliputi Anggaran Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), Pendapatan Asli Desa (PADes).


Dalam paparannya, ICW mencatat ada 96 kasus korupsi anggaran desa dari total 454 kasus korupsi yang ditindak sepanjang 2018. Kerugian negara yang dihasilkan pun mencapai Rp37,2 miliar.

Itu terdiri dari kasus korupsi di sektor infrastruktur anggaran desa yang mencapai 49 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp17,1 miliar, dan kasus korupsi sektor non-infrastruktur sebanyak 47 kasus dengan kerugian negara Rp20 miliar.

Berita mengenai dana desa mencuat ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap keberadaan desa fiktif tak berpenghuni di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Keberadaan desa itu berdampak pada perolehan jatah dana desa yang disalurkan pemerintah.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108211147-12-446809/icw-sebut-korupsi-dana-desa-dampak-dari-pengawasan-yang-buruk
Share:

Jaksa Agung Akan Bahas Pelanggaran HAM Berat di DPR


Jaksa Agung Akan Bahas Pelanggaran HAM Berat di DPR Jaksa Agung ST Burhanuddin akan menjelaskan persoalan pelanggaran HAM berat. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Jaksa Agung ST Burhanuddin tak memberikan banyak komentar terkait persoalan pelanggaran HAM Berat yang sebelumnya disampaikan dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (7/11).

Ia berjanji akan memberikan pernyataan lebih jauh mengenai hal tersebut pada rapat lanjutan bersama Komisi III DPR yang rencananya akan digelar pada pekan terakhir November ini.

"Tunggu saja, kami akan RDP [rapat dengar pendapat] dengan DPR, itu Komnas HAM, kemudian Kejaksaan Agung. Kita akan bicarakan masalah itu. Jadi, saya tidak buka dulu karena nanti bahan-bahan akan disampaikan di sana," kata Burhanuddin usai melakukan pertemuan dengan Komisioner KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jum'at (8/11).
Dalam rapat kemarin, Burhanuddin mengungkapkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat terkendala berkas Komnas HAM yang dianggap tak lengkap dan ketiadaan pengadilan HAM ad hoc.

"Beberapa hambatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat belum adanya pengadilan HAM ad hoc, penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM sifatnya pro justisia, sehingga perlu izin dari ketua pengadilan dan juga diperiksa serta diputus perkaranya oleh pengadilan HAM ad hoc yang sampai saat ini belum terbentuk," kata Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11).

Pernyataan itu pun mendapat kritik dari Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. Anam menilai Burhanuddin tidak paham terhadap proses hukum.

"Persoalannya pada kewenangan. Jaksa meminta tambahan bukti yang tidak memungkinkan, karena itu kewenangan penyidik, bukan penyelidik. Itu harusnya dilakukan oleh penyidik jaksa agung sendiri," kata Chairul Anam kepada CNNIndonedia.com melalui pesan singkat, Kamis (7/11).

Ia mengatakan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia mengatur kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik, sedangkan Kejaksaan Agung lah yang bertugas sebagai penyidik dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Sementara pengadilan HAM ad hoc, kata dia, baru perlu dibentuk ketika berkas penyidikan sudah rampung. Penyelesaian berkas ini penting dikerjakan agar status perkara jelas.

"Apakah cukup bukti, sehingga bisa naik ke pengadilan plus menetapkan tersangka. Baru dibentuk pengadilannya. Jadi alurnya, penyelidikan dan penyidikannya kelar, baru dibuat pengadilan serta merta dibuat penuntutan. Proses jalan," katanya.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108140342-12-446676/jaksa-agung-akan-bahas-pelanggaran-ham-berat-di-dpr
Share:

Recent Posts